Cari Blog Ini

ME

ME

Selasa, 29 Mei 2012

ttm,pacaran dan tunangan menurut ulama


Teman tapi mesra, pacaran dan tunangan adalah kebiasaan HARAM yang disukai oleh banyak manusia. Ketiga perkara ini sangat terkenal dikalangan anak muda masa kini. TTM, pacaran dan tunangan adalah perbuatan haram yang mendekati zina.

Adapun manusia masa kini menganggapnya halal dengan berbagai dalih dan alasan, misalnya: untuk saling mengenal kepribadian atau untuk penjajakan dan lainnya. Itu sih menurut manusia awam. Kepada kita yang mengetahui keharamannya, maka hendaklah kita menasihati anak, isteri, keluarga dan saudara-saudari kita dalam Islam agar menjauhi perkara yang merusak ini.
TTM adalah awalnya, kemudian berlanjut kepada pacaran, kemudian berlanjut lagi kepada tunangan, jika berjalan baik dan mulus, kemungkinan akan terjadi perkawinan, namun jika berjalan buruk atau mungkin sudah bosan atau terjadi perselingkuhan, maka hubungan itu pun akan putus. Maka dapatlah kita hitung berapa besar dosa zina yang terjadi selama 3 periode itu.
Sudah sepantasnyalah jika seluruh ulama mengatakan TTM, pacaran dan tunangan adalah HARAM.
Ketiga perbuatan itu tidak pernah ada pada zaman Nabi, tidak pernah pula diajarkan, bahkan sudah diharamkan sejak zaman Nabi.
INTERAKSI YANG DIHARAMKAN
Yang membuat TTM, berpacaran dan bertunangan itu termasuk perbuatan haram adalah tidak lain karena adanya interaksi yang terdapat padanya dengan urutan antara lain:
1. Berawal dari kebiasaan nongkrong atau mejeng di pinggir jalan atau di mana saja
2. Kemudian terjadi pandangan pertama
3. Setelah itu berkenalan, berjabat tangan, bersalaman
4. Apabila sudah akrab dan mesra, kemudian mojok berduaan menyepi
5. Ketika kata cinta sudah terucap, maka kemesraan pun bertambah
6. Jika hubungan berlanjut serius, akhirnya terjadi tukeran cincin (saling tukar menukar cincin tunangan)
Belum termasuk dosa-dosa yang berhubungan dengan perilaku bersolek (tabarruj) untuk menarik perhatian lawan jenis.
DALIL HADIS LARANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN TTM, PACARAN DAN TUNANGAN
1. LARANGAN DUDUK DI PINGGIR JALAN
Dari Abu Sa’id Al-Khudry dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Jauhilah oleh kamu sekalian duduk di jalan-jalan”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami tidak dapat meninggalkan tempat duduk kami (di jalan) itu dimana kami berbincang-bincang di sana”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kamu sekalian menolak untuk tidak duduk di sana maka penuhilah hak jalan itu”. Para sahabat bertanya: “Apakah hak jalan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu menjaga penglihatan, menyingkirkan hal-hal yang membahayakan, menjawab salam, serta menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran”. [Bukhari dan Muslim, Abu Dawud dan Ahmad]
Dari Abu Thalhah Zaid bin Sahl, ia berkata: Ketika kami duduk di halaman rumah yang dekat dengan jalan di mana kami berbincang-bincang disitu, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan mendekati kami serta bersabda: “Kenapa kamu duduk-duduk di pinggir jalan? Jauhilah duduk di pinggir jalan”. Kami berkata: Kami duduk di sini sama sekali tidak mengganggu. Kami di sini bertukar pikiran dan berbincang-bincang. Beliau bersabda: “Kalau begitu penuhilah haknya yaitu; memejamkan mata, menjawab salam dan berbicara yang baik”. [Muslim]
2. LARANGAN MELIHAT BUKAN MUHRIM
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Sesungguhnya ALLAH telah menentukan kadar nasib setiap manusia untuk berzina yang pasti akan dikerjakan olehnya dan tidak dapat dihindari. Zina kedua mata adalah memandang, zina lisan (lidah) adalah mengucapkan, sedangkan jiwa berharap dan berkeinginan, serta kemaluanlah (alat kelamin) yang akan membenarkan atau mendustakan hal itu. [Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad]
Hadis ini menerangkan bahwa mata yg memandang kepada seseorang yg bukan muhrim dimana pandangan itu diiringi nafsu syahwat atau tidak sesuai tuntunan agama, maka pandangan itu termasuk zina
Dari Jarir, ia berkata: Saya menanyakan tentang melihat sesuatu yang diharamkan yang datang dengan tiba-tiba kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda: “Pejamkanlah matamu”. [Muslim]
Artinya manakala kita melihat perkara yang diharamkan oleh ALLAH subhanahu wa ta’ala, maka hendaklah kita memejamkan mata.
Dari Ummi Salamah, ia berkata: Ketika saya bersama Maimunah berada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Ibnu Ummi Maktum masuk. Kejadian itu sesudah turunnya ayat yang memerintahkan kami untuk berhijab. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berhijablah kamu daripadanya”. Kami berkata: Wahai Rasulullah, bukankah ia seorang yang buta tidak melihat dan tidak mengetahui kami? Nabi SAW bersabda: “Apakah kamu juga buta? Tidak kah kamu melihat orang itu?” [Abu Dawud dan Tirmizi, hadis dengan isnad hasan shahih]
3. LARANGAN BERSALAMAN, BERSENTUHAN BUKAN MUHRIM
Dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita yang tidak diperbolehkan baginya”. [Thabrani dalam Kitab Al-Kabir, Bab XX No. 211 dengan isnad hasan]
Dari ‘Aisyah ia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membai’at para perempuan dengan perkataan. Tidak pernah tangan Rasulullah SAW memegang tangan para perempuan, kecuali tangan perempuan yang telah menjadi miliknya (artinya perempuan yang telah dinikahinya = istri Nabi). [Bukhari]
4. LARANGAN BERKHALWAT
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpidato: “Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya”. Tiba-tiba seorang lelaki bangkit berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku pergi untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan aku terkena kewajiban mengikuti peperangan ini dan itu. Beliau bersabda: “Berangkatlah untuk berhaji bersama isterimu”. [Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad]
Dari Uqbah bin Amir, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jauhilah olehmu mendekati orang-orang perempuan”. Kemudian ada seorang sahabat Anshar bertanya: Bagaimana kalau mendekati kerabat isteri? Beliau SAW menjawab: “Mendekati kerabat isteri adalah berarti mati”. [Bukhari dan Muslim]
Yang dimaksud kerabat isteri antara lain: kakak ipar, adik ipar, ibu mertua, dan sepupu isteri, kemenakan dan lainnya.
5. LARANGAN CINCIN EMAS BAGI LAKI-LAKI
Bukan rahasia lagi dalam masyarakat kita bahwa setiap kali terjadi pertunangan, maka pihak laki-laki dan pihak perempuan akan saling bertukar cincin. Dan umumnya cincin itu adalah sepasang, artinya ia memiliki bentuk yang sama untuk laki dan perempuan itu. Namun keburukan yang dilakukan oleh manusia adalah mereka menghalalkan cincin emas bagi laki-laki, padahal sudah nyata pengharamannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka sudah tidak diragukan lagi bahwa cincin tunangan ini akan membawa pasangan ini kedalam dua dosa yaitu dosa menyerupai perbuatan orang kafir (tasyabbuh) dan dosa karena cincin emas itu. Belum lagi termasuk dosa yang mungkin terjadi sebelum mereka bertunangan seperti pernah bersentuhan atau yang lainnya.
Orang-orang Islam yang awam beranggapan bahwa dengan pertunangan atau pertalian, maka calon suami isteri ini boleh berjalan bersama atau urusan lainnya yang berhubungan dengan persiapan mereka menikah, misalnya; membolehkan mereka berduaan mengurus surat nikah ke KUA. Padahal sudah sangat jelas larangan berduaan dengan bukan muhrim. Tunangan bukan berarti sudah nikah dan halal. Tunangan masih dalam status haram.
Dari Barra bin Azib, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk melaksanakan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan kami menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin, melaksanakan sumpah dengan benar, menolong orang yang dizhalimi, memenuhi undangan dan menyebarkan salam. Beliau melarang kami memakai cincin emas, minum dengan wadah yang terbuat dari perak, hamparan (selimut/kasur) sutera, pakaian buatan Qas (berbahan sutera) serta mengenakan pakaian sutera baik yang tebal maupun tipis. [Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad]
TATA CARA MEMILIH PASANGAN DALAM ISLAM
Tentu saja agama ini memiliki cara yang halal bagi seorang laki-laki jika ia ingin menikahi seorang wanita. Diantara syarat-syarat menurut ulama kontemporer (masa kini) yaitu:
1. Ia harus memiliki niat yang lurus yaitu keinginan untuk menikah. Jika niat kita tulus karena ALLAH ta’ala semata-mata ingin menikah, diperbolehkan melihat (mengamati) wanita yang mana yang disukai.
2. Laki-laki itu boleh meminta bantuan kepada orang lain (muhrim wanita) untuk menyelidiki sifat-sifat wanita yang ingin dinikahinya.
Tindakan ini hanyalah optional, karena wanita yang shalehah tentu akan memiliki segala kebaikan sifat dan perilaku.
1. Jika ia sudah menentukan siapa yang disukainya, maka sebaiknya ia segera melamar wanita idamannya itu.
2. Jika lamaran diterima, maka bersegeralah melangsungkan pernikahan untuk menghindari fitnah. Karena yang termasuk rukun nikah adalah mahar (maskawin), bukan pertalian (tunangan).
MELIHAT WANITA YANG INGIN DINIKAHI
Dari Sahal bin Saad, ia berkata: Ketika kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diceritakan tentang seorang wanita Arab, beliau menyuruh Abu Usaid untuk memanggilnya. Wanita itupun dipanggil. Wanita itu datang dan singgah di kediaman Bani Saidah. Rasulullah SAW keluar dan datang untuk menemuinya. Ternyata wanita itu menundukkan kepalanya. Ketika Rasulullah SAW mengajaknya berbicara, ia berkata: Aku berlindung kepada ALLAH dari dirimu. Rasulullah SAW bersabda: “Baiklah, aku benar-benar telah melindungi kamu dari diriku”. Sesudah itu orang-orang bertanya kepadanya: Tahukah engkau siapa tadi yang berbicara denganmu? Wanita itu menjawab: Tidak tahu! Orang-orang memberitahu: Itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau datang untuk melamarmu. Wanita itu berkata: Aku benar-benar sial (karena menolak beliau). Kata Sahal: Pada hari itu Rasulullah SAW datang dan bersama para sahabat beliau duduk di rumah Bani Saidah kemudian beliau bersabda: “Berilah kami minum”. Dia (Sahal) berkata: Lalu aku mengeluarkan mangkuk ini untuk mereka dan memberi minum mereka dengan mangkuk tersebut. [Bukhari, Muslim dan Ahmad]
Dari Sahal bin Saad, ia berkata: Seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu. Lalu Rasulullah SAW memandang perempuan itu dan menaikkan pandangan serta menurunkannya kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala. Melihat Rasulullah SAW tidak memutuskan apa-apa terhadapnya, perempuan itu kemudian duduk. Sesaat kemudian seorang sahabat berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, jika engkau tidak berkenan padanya, maka kawinkanlah aku dengannya. Rasulullah SAW bertanya: “Apakah kamu memiliki sesuatu?” Sahabat itu menjawab: Demi ALLAH, tidak ada, wahai Rasulullah. Beliau berkata: “Pulanglah kepada keluargamu dan lihatlah apakah kamu mendapatkan sesuatu?” Maka pulanglah sahabat itu, lalu ia kembali dan berkata: “Demi ALLAH aku tidak mendapatkan sesuatu!” Rasulullah SAW bersabda: “Carilah lagi walaupun hanya sebuah cincin besi!” Lalu sahabat itu kembali pulang dan lagi berkata: Demi ALLAH, tidak ada apapun wahai Rasulullah, walaupun cincin dari besi, kecuali kain sarung milikku ini. Sahal berkata: Dia (lelaki itu) tidak mempunyai kain yang menutupi badan bagian atas. Berarti wanita tadi hanya akan mendapatkan setengah dari kain sarungnya.
Rasulullah SAW bertanya: “Apa yang dapat kamu perbuat dengan kain sarung milikmu ini? Jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak akan memakai apa-apa. Demikian pula jika wanita itu memakainya, maka kamu tidak akan memakai apa-apa”. Lelaki itu kemudian duduk agak lama dan berdiri lagi sehingga terlihat oleh Rasulullah ia akan pergi. Rasulullah memerintahkan untuk memanggilnya, lalu ketika ia datang beliau bertanya: “Apakah kamu dapat membaca Al-Qur’an?” Sahabat itu menjawab: Saya bisa membaca surat ini dan surat ini sambil menyebutkannya satu-persatu. Rasulullah SAW bertanya lagi: “Apakah kamu menghafalnya?” sahabat itu menjawab: Ya. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Pergilah, wanita itu telah menjadi istrimu dengan mahar mengajarkan surat Al-Qur’an yang kamu hafal”. [Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Ad-Darami]
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Pada suatu waktu, ketika aku sedang berada dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang kepada beliau seorang laki-laki meminta nasihat, lalu dia berkata: Aku akan mengawini seorang wanita Anshar. Bagaimana pendapat baginda? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya kepadanya: “Sudahkah engkau lihat wanita itu?” Jawabnya: Belum. Kemudian sabda beliau SAW: “Lihatlah dia dahulu, karena dalam mata orang Anshar ada sesuatu. [Muslim]
Beberapa hadis diatas menjelaskan bahwa kita boleh melihat (mengamati) kepada wanita yang ingin dinikahi. Tentu saja dimaksudkan agar supaya kita tidak diibaratkan membeli kucing dalam karung. Karena nikah adalah untuk bersama selamanya.
Adapun juga hadis ini seakan-akan menjelaskan bahwa wanita-wanita yang dilihat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menggunakan niqab (cadar), karena seandainya mereka bercadar tentu tidak perlu untuk dilihat dengan detail.
Wallahu a’lam
Ya ALLAH, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar